Disaat itu pula linang air mulai membantu menuliskan sebuah kalimat dengan perantara sebuah kamar kosong pojok di sebelah pohon rindang. Hiasan embun yang menetes melambangkan kehidupan tidak akan selamanya akan sesuai dengan poros kehidupan yang kita ingatkan. Pikiran berkecamuk saat menjelang kasur, bantal, guling dan selimut menarik kita kepadanya. Satu kata kalimat bisa berakibat fatal pada setiap keteraturan pikiran yang kita buat. Kefatalan itu lah yang lipatan otak sanggup katakan pada lipatan wajah, ketidakteraturan itulah yang tidak disanggupi kedipan mata menahan derasnya hawa dingin yang melewati kulit.
Kaleng bundar dengan buku batik tidak akan bisa merekam proses ini. Isi dalam kedua benda tersebut akan merekam dan meredam segala lipatan otak dan hawa dingin yang menemani malam ini.
Kini dan Saatnya,
memulai untuk lebih memikirkannya entah apa keuntungan dan kerugian yang akan kita dapatkan.
Kini dan Saatnya,
menemani hidup dengan penuh kesabaran dan senantiasa berusaha.
Kini dan Saatnya,
memulai rangkaian hidup dengan seorang wanita yang telah aku pikirkan dalam hati bukan dalam lipatan otak dan kulit yang dingin.
Kini dan Saatnya,
menerjemahkan rangkaian kereta yang akan saya bawa ke kehidupan yang kekal, abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar