Minggu, Februari 23, 2014

Tepi Laut, Seutas Tali

Gejolak kehidupan menderu setiap hari. Menggelinding tidak jelas. Menabrak apapun yang ada di depannya. Ku pahami semuanya bukan usaha atau asa dari titik nadirku semata. Semuanya kembali kepada seutas Tali pengharapan milikNya.

Pandangan mata kian memuncak dan kian memfokus kepada satu titik pengharapan. Dilihatnya awan senantiasa menghiasi langit biru di sore hari, sambil menanti datangnya sedikit sinar matahari dan cahaya bulan di malam harinya. 

Semuanya telah kuusahakan dan telah ku dapatkan. Penantian ini berujung sesuai dengan yang kuinginkan. Tidak ada lain semua demi Sang Pemegang seutas tali. Berkaca-kaca di depan cermin ku pandangi taliku bergelimang tanah yang tidak bisa membuat kembali mencapai puncak tertinggi dari ujung tali yang tak berujung. Aku tau kenapa aku diasingkan seperti ini. Aku tau kenapa aku diberikan sebuah titipan tulang rusuk goyah dan goyang. Aku tau ini adalah cara bagaimana tali tersebut dapat mengkaitkan dirinya pada pelabuhan tempat kapal sandar.

Teruntuk pelabuhan, aku tau tali ku kotor bergelimang tanah, kaitkan aku pada mu. Agar engkau tau aku butuh dirimu untuk saling membersihkan, saling menguatkan satu sama lainnya. Di depan beberapa penumpang kita akan bersaksi mengaitkan kehidupan kita untuk bersama menghadapi kehidupan yang penuh dengan gelombang, hujan, terik matahari, badai, nikmatnya pemandangan matahari terbit dan terbenam.

Denganmu, Dengan pelabuhanmu. Aku yakin tali ini senantiasa bisa mengaitkan kita bersama...
Tidak akan ada lagi pelabuhan buat kita. Kehidupan kita berlanjut di Samudra takdir kita bersama...

Tidak ada komentar: